Single-Stage Non-probability Sampling

Sampling dengan menggunakan metode Non-probability tidak cocok bagi penelitian yang ditujukan untuk merumuskan generalisasi tentang karakter dari suatu populasi. Hal ini karena metode Non-probability sampling tidak didasarkan pada mekanisme yang random dalam pemilihan sampel penelitian. Pada Non-probability sampling ini sampel dipilih karena pertimbangan-pertimbangan non-random, seperti kesesuain sampel dengan kriteria-kriteria yang dirumuskan peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Sebagai contoh, penelitian yang ditujukan untuk mengetahui persepsi masyarakat desa tertentu terhadap kinerja aparatur desa. Pada penelitian tersebut, peneliti memilih sampel dengan tidak melalui mekanisme random, tetapi memilih beberapa orang di desa tersebut yang diyakini layak sebagai sampel dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.

Beberapa teknik single-stage non probability sampling adalah sebagai berikut:

a. Haphazard sampling

Haphazard sampling disebut juga accidental atau convenient sampling. Pada teknik sampling ini, sampel dipilih oleh peneliti karena pertimbangan “kenyamanan peneliti” untuk mendapatkan data dari sampel tersebut. Contohnya adalah the person-on-the-street interview yang dilakukan dalam suatu program TV. Reporter TV biasanya mewawancarai mereka yang dijumpai di jalan, tetapi umumnya menghindari mereka yang berpenampilan tidak menarik, miskin, sangat tua, dan tidak berpendidikan.

Contoh lain dari metode ini adalah penyebaran kuesioner yang dititipkan atau diletakan didepan loket pelayanan SIM. Kuesioner tersebut ditujukan bagi pelanggan untuk memberikan penilaian tentang kinerja pelayanan SIM tersebut. Dalam kasus ini, tidak semua pelanggan SIM memiliki akses terhadap kuesioner tersebut. Sementara mereka yang memiliki akses juga belum tentu tertarik untuk mengisi kuesioner.

Pada kedua contoh diatas, mereka yang diwawancarai oleh reporter TV dan sampel yang mengisi kuesioner tentang kinerja pelayanan SIM pada dasarnya tidak mewakili populasi manapun. Hasil dari penelitian yang demikian tidak dapat digeneralisasikan.

b. Quota sampling

Quota sampling memilki pola yang hampir sama dengan stratified sampling. Peneliti, pertama-tama, memilahkan populasi dalam beberapa katagori. Selanjutnya, ditetapkan jumlah sampel pada masing-masing katagori tersebut. Sebagai contoh, peneliti hendak mengetahui persepsi pelanggan suatu perpustakaan daerah tentang kinerja pelayanan perpustakaan tersebut. Peneliti kemudian mengelompokan pelanggan berdasarkan jenjang pendidikan, misal: PT, SLTA, SLTP, dan SD. Dari masing-masing katagori tersebut selanjutnya ditetapkan sampel sejumlah 20, 10,10, dan 10. Hal yang membedakan quota sampling dari stratified sampling adalah langkah setelah quota tersebut ditetapkan. Pada quota sampling, sampel dipilih dengan cara haphazard.

Quota sampling sebenarnya perbaikan dari teknik haphazard sampling, karena perbedaan sampel dalam populasi dikenali terlebih dahulu. Namun, karena teknik pemilihan sampel masih menggunakan haphazard juga, maka teknik ini tetap tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi karakteristik suatu populasi.

c. Purposive sampling

Teknik ini menggunakan judgment dari para ahli dalam memilih sampel atau pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai tujuan penelitian.

Menurut Neuman (1997) terdapat tiga situasi yang memungkinkan penggunaan teknik ini. Pertama, untuk memilih sampel-sampel unik yang sangat informative. Contoh, peneliti ingin melakukan kajian majalah dengan menggunakan analisis isi (content analyses) untuk mendapatkan tema-tema budaya. Peneliti kemudian memilih woman’s magazine sebagai sampel karena majalah tersebut telah menjadi trend setting.

Kedua, untuk memilih sampel dari populasi yang anggotanya sulit dijangkau. Contoh, penelitian tentang prostitusi. Sangat sulit bagi peneliti untuk memilih sampel secara random. Oleh karena itu, peneliti dapat memilih sampel berdasarkan informasi yang sangat subyektif dan informasi dari para ahli (mis, polisi dan organisasi social yang berhubungan dengan prostitusi).

Ketiga, untuk mengidentifikasi tipe-tipe tertentu dari sejumlah sampel untuk kepentingan in-depth investigation. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dari sampel-sampel tersebut.

Multi-Stage Probability Sampling

Posted On Oktober 15, 2008

Disimpan dalam Teknik Penentuan Sample

Comments Dropped leave a response

Pada metode sampling ini proses pemilihan sampel penelitian dilaksanakan melalui dua tahap pengambilan sampel atau lebih. Dalam hal ini, cluster sampling adalah metode yang justru lebih banyak diterapkan sebagai multi-stage sampling. Pada cluster sampling tersebut, tahap pertama pemilihan cluster dapat menggunakan simple random sampling, systematic sampling atau stratified sampling. Setelah cluster sample diperoleh, elemen pada cluster tersebut tidak serta merta dijadikan sampel penelitian. Tahap kedua adalah pemilihan sampel dari elemen-elemen pada tiap cluster, yang dapat juga diperoleh melalui penggunaan salah satu dari ketiga jenis teknik random yang sudah disebutkan sebelumnya.

Pada cluster sampling yang memiliki tiga tahap, hasil dari tahap kedua juga masih berupa cluster. Cluster tersebut adalah sub cluster dari cluster hasil sampling tahap pertama. Baru kemudian pada tahap ketiga diturunkan sampel dari masing-masing cluster yang diperoleh dari tahap kedua. Sebagaimana proses sampling pada tahap pertama dan kedua, tahap ketiga juga dapat menggunakan salah satu dari berbagai teknik random yang ada.

Prosedur cluster sampling tiga tahap, dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, peneliti secara random memilih cluster sampel. Kedua, dari masing-masing cluster sampel tersebut dipilih sejumlah cluster yang lebih kecil atau sub cluster dengan cara random. Ketiga, dari semua cluster hasil tahap kedua kemudian secara random dipilih elemen sebagai sampel penelitian

Sampling

Populasi dan sampel (PDF file)

Populasi dan sampel

Hakekat dari sampling adalah mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi tersebut berdasarkan suatu teknik pengambilan sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu.

Contoh populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu tertentu, mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, penduduk dengan rentang umur tertentu, artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan setiap artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu.

Dalam proses pengukuran karakter dari suatu populasi, dapat saja peneliti menggunakan pengukuran pada seluruh elemen dari populasi. Proses pengukuran yang demikian disebut dengan sensus (census). Sensus ini pada umumnya dilakukan terhadap populasi dengan jumlah elemen sedikit, yang memungkinkan semua dapat dijangkau dengan biaya dan waktu yang tersedia. Sementara untuk populasi dengan jumlah elemen banyak, sensus sangat jarang dilakukan kecuali untuk kepentingan tertentu seperti sensus penduduk dari suatu negara. Untuk populasi dengan banyak elemen, pengukuran karakter populasi dilakukan melalui sejumlah elemen yang dipilih dari populasi tersebut dengan suatu metode tertentu. Cara pengambilan sejumlah elemen dari populasi ini disebut dengan sampling, dan elemen yang dipilih melalui cara ini disebut sebagai sampel (sample).

Sebagai contoh, pada suatu Unit Kerja yang beranggotakan 200 orang karyawan akan digali informasi tentang persepsi mereka tentang dukungan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Jika 200 orang tersebut semuanya diminta mengisi kuesioner tentang data-data yang diperlukan, maka penelitian tersebut dilakukan dengan cara sensus. Adapun sampling, hanya memilih beberapa orang saja dari 200 karyawan untuk diminta mengisi kuesioner atau diwawancarai. Selanjutnya, jika hasil sampling adalah 20 orang yang akan diukur, maka 20 orang tersebut disebut sebagai sampel penelitian.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan dalam dua dimensi: probability versus non-probability dan single-stage versus multi stage (Blaiki, 2000). Dimensi pertama, probability versus non-probability, mencerminkan tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel. Sedangkan dimensi kedua, menunjuk pada banyaknya tahap atau langkah dalam proses pengambilan sampel.

Single-stage probability sampling

pada single-stage probability sampling ini proses sampling dilakukan hanya satu tahap, dalam artian hanya menggunakan metode probability sampling tertentu sekali untuk menghasilkan sampel penelitian. Sebagai contoh, untuk mendapatkan 20 orang sampel dari populasi yang berjumlah 100 orang, peneliti menggunakan simple random sampling. Proses pengambilan sampel ini tidak digabungkan dengan teknik pengambilan sampel yang lain.

Beberapa metode yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut:

S    Simple random sampling

Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih.

Teknik ini memilki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen dengan homoginitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen cukup hetergon, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.

Syarat penggunaan teknik sampling ini adalah, bahwa setiap elemen dari populasi harus dapat diidentifikasi. Elemen dari populasi tersebut kemudian disusun dalam suatu sampling frame, yaitu suatu daftar yang dapat menggambarkan seluruh elemen dari populasi. Keberadaan sampling frame ini sangat penting dalam teknik simple random sampling ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih sederhana, cepat dan murah.

Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers.

>   Systematic sampling

Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.

Penggunaan interval dalam pemilihan sampel ini merupakan metode quasi-random, karena sebenarnya tidak dilaksanakan random secara murni. Namun, hasil penggunaan systematic sampling dengan simple random sampling ternyata tidak jauh berbeda (Neuman, 1997). Oleh karena itu, penggunaannya bisa saling menggantikan, kecuali untuk populasi dengan elemen yang tersusun secara terpola atau membentuk siklus. Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, systematic sampling justru menimbulkan bias.

Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.

Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100 elemen, adalah sebagai berikut. Pertama, susun sampling frame. Kedua, tetapkan nilai k = 5. Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91, 96, dan 1.

Stratified sampling

Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, maka stratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel.

Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut, pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat. Kedua, peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing subpopulasi atau strata. Ketiga, peneliti memilih sampel pada masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling. Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata. Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian social yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang.

Terkadang seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut, sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang.

Cluster sampling

Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.

Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel  penelitian.